Banyak wanita non-muslim merasa empati dengan perilaku kurang menyenangkan yang dialami oleh beberapa wanita berhijab. Salah satunya Silke Raats. Wanita asal Belgia itu berstatus sebagai mahasiswi yang tinggal di Hoboken, Belgia.
Selain menjadi mahasiswi, Silke juga menjadi relawan untuk membantu anak-anak Turki. Ia melihat banyak anak-anak muslim menjadi korban diskriminasi terkait dengan agamanya. Karena memiliki jiwa sosial yang tinggi, Silke pun ingin mencoba menjadi salah satu masyarakat muslim.
"Aku ingin menunjukkan kepada sekelilingku kalau Islam itu tidak identik dengan peperangan seperti yang terjadi di Suriah," tutur Silke seperti dilansir dari Metronieuws.
Untuk membuktikan ucapannya, Silke memutuskan membuat eksperimen sosial dengan menjadi wanita muslim. Ia akan berhijab selama satu bulan penuh dan ingin melihat bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya. Di hari pertama ia memamerkan fotonya dengan hijab, Silke kebanjiran pertanyaan di Facebook.
"Aku dibanjiri pertanyaan dan tanggapan buruk seperti 'Mengapa aku menjadi muslim?' Lalu kalau aku bertobat dan menjadi seorang muslim aku diancam tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan," cerita Silke.
Pada hari kedua ia mengenakan jilbab ke kampus, semua mata seolah tertuju kepadanya. Saat itulah ia merasakan bagaimana dirinya diabaikan oleh teman-temannya karena mengenakan jilbab. Ia mengatakan diasingkan oleh banyak teman-temannya.
Mendapatkan banyak respon mengejutkan, Silke mengaku tidak kuat. Ia memutuskan untuk menghentikan eksperimennya menggunakan jilbab selama satu bulan penuh menjadi sepuluh hari.
"Respon di hari pertama sangat parah dan negatif makanya aku memperpendek waktu eksperimenku menjadi sepuluh hari saja. Di sekolah aku diabaikan oleh hampir semua orang, aku bahkan diminta pergi ke Suriah dan membom mereka," keluhnya.
Respon besar tidak hanya didapatkan dari teman-temannya bahkan keluarga besarnya. Mereka seperti tidak paham mengapa Silke memutuskan untuk mengenakan jilbab. Selama sepuluh hari, Silke mengatakan banyak komentar tidak sopan dan seolah merendahkannya. Ia merasa kesal dan kecewa secara pribadi karena perubahan perilaku teman-temannya.
Meski demikian, Silke mengatakan tidak semua orang seperti benci melihatnya. Justru ia menemukan banyak teman baru yang lebih bisa menerimanya. Bahkan teman-teman barunya diakui memiliki sikap lebih hangat dari yang lain.
"Tidak semua teman mengabaikan, teman yang baru kenal justru mereka lebih menghormatiku. Mereka mengatakan 'Selama kamu senang memakainya, aku ikut senang', ada juga yang tetap ingin menjadi temanku, dan lainnya bisa menerimaku apa adanya," pungkasnya.
Dari eksperimen sosial tersebut Silke bisa mendapatkan banyak hal positif. Ia bisa menyaring teman-teman yang memang tulus dekat dengannya atau hanya saat ada perlunya saja.